“Kondisi Pemilu tahun ini diperparah dengan kurangnya antusiasme KM ITS terkait pemilu dengan tingkat awareness mahasiswa kurang dari 50%.... bla bla bla....”
Presbem Abadi atau Apatisme Mahasiswa Abadi, judul yang dipakai oleh BEM ITS pada postingannya tertanggal 31 Agustus 2024. Postingan tersebut menggambarkan kondisi KPU Calon Presbem dan Calon Dewan yang tidak jelas dan dalam kondisi ‘tergantung’ akibat ketidakpedulian mahasiswa, khususnya elit-elit petinggi ormawa. MTT tidak pernah mencapai kuorum, ketua KPU yang hilang-hilangan, perangkat KPU yang tidak pernah lengkap setelah beribu-ribu purnama, bahkan bursa bakal calon presiden yang belum mengambang ke permukaan — bukti regenerasi kepemimpinan gagal?
Postingan itu bukan tamparan, dengan jelas dan tegas itu bukan tamparan buat KM ITS, tetapi justru BEM ITS sendiri tengah meludahi dirinya sendiri, membuka baju aib-nya selama ini bahwa tidak berhasil menuntaskan tugasnya sebagai penyelenggara utama regenerasi ormawa institut. Bagian Ketiga Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, BAB I tentang Pemilihan Umum, Pasal 5 KDKM MUBES V KM ITS menyebutkan dengan jelas di ayat 1 dan ayat 2; “(1) Proses Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu dalam penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Presiden BEM ITS. (2) Badan kelengkapan Pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum, Badan Pemeriksa Dana Kampanye, Panitia Pemilihan Umum, Panitia Pengawas Pemilihan Umum, dan Pemantau Pemilihan Umum.” Tidakkah presbem paham bahwa pemilu itu adalah sebesar-besarnya tugas beliau. Menuduh KM ITS apatis dengan kondisi pemilu berarti mengakui kegagalannya dalam merancang dan menjalankan proses-proses persiapan hingga pelaksanaan pemilu. Postingan tersebut secara eksklusif menelanjangi gambaran kekosongan pengetahuan akan KDKM dalam pikiran presbem. Benar nyatanya, sebagai pejabat, rasa malu itu penting.
BEM ITS Kabinet Selaras telah bergerak selama setahun lebih sejak dilantiknya presiden mereka 5 Agustus 2023. Bayangkan ada ratusan pengurus BEM ITS, 50 lebih ormawa, akses langsung birokrasi dan koordinasi setiap saat dengan BLM ITS. Namun, bisa ditinjau pada akun sosial media BEM ITS, tidak pernah ada sebelumnya postingan edukatif, sistematis, dan masif terkait pelaksanaan pemilu dan rekrutmen perangkat-perangkatnya. Jikapun ada tak lebih dari postingan normatif pemenuhan OKR semu tanpa makna. Bayangkan sudah berapa kali presbem dan perangkatnya berorasi, mengisi materi, ngopi-ngopi, tetapi tetap saja mereka tidak mampu membuat delivery harapan pemilu kepada KM ITS berjalan baik. Atau memang selama ini mereka tidak memprioritaskannya? dan hanya menganggap sebagai sebuah isu kecil? tidak heran isu ini berulang dari tahun ke tahun.
BEM ITS adalah pucuk yang pegang kendali dari puluhan acara besar dan megah di KM ITS. Aneh rasanya ketika sumber daya sebesar itu masih belum cukup, malah justru dengan bangganya BEM ITS mengeluarkan postingan non-edukatif penuh tuduhan apatisme, keluar di akhir masa jabatan. Seolah BEM ITS adalah anak kucing yang harus dikasihani karena tidak diberi makan setahun, padahal ITS sudah penuh dengan anak kucing.
Akhir Bulan September, tepatnya tanggal 25
September, KPU ITS mulai bergerak, muncul postingan open recruitment presbem
dengan judul “WAYAHE PRESBEM LENGSER”. Sebuah postingan prestisius penuh
kebanggan seolah besok dunia kebanjiran berkas bakal capresbem. Dan kita semua
tahu cerita berikutnya, “Extend”,
penyakit tahunan yang tak pernah sembuh tak pernah selesai, bahkan di titik ini
telah kronis. Sampai detik tulisan ini di-publish
bahkan belum ada calon presbem yang muncul batang hidungnya di depan air mancur
rektorat. Presbem yang menjabat saat ini bahkan masih menunggangi kapal besar
ini, seolah menyupiri kemana-mana tetapi tak tau di mana mau berlabuh. Di
beberapa orang, hanya beberapa orang, atau mungkin sebagian besar kita, pasti
dengan perih hati bertanya, betulkah ini pemimpin yang kita pilih satu setengah
tahun lalu dengan puluhan janjinya? sebaiknya jadikan saja suara kita tudung
saji sekalian, menutupi busuk kerjanya dari lalat-lalat yang akan datang
menghuja(t)ninya.
Mari kita luruskan, dia (presbem secara
khusus) dan kapalnya (BEM ITS secara umum) adalah pihak yang diamanahi ribuan
suara untuk menggaungkan dan menstabilkan KM ITS. Telah melewati belasan bulan
bekerja untuk memastikan tujuan-tujuannya, yang termasuk di dalamnya suksesi
pemimpin berikutnya. Namun, postingan tertanggal 31 Agustus itu justru
mematahkan hati sebagian dari kita — atau mungkin sebagian banyak dari
kita — dengan tuduhan “Apatisme Mahasiswa yang Abadi.” Kita semua punya peran,
dan peran untuk suksesi pemimpin KM ITS itu sudah kita titipkan lewat ribuan
suara kita. Jika postingan tersebut memang dimaksudkan untuk menarik
engagement, dan menaikkan hype perpolitikan di KM ITS, bolehlah kita teriakkan
pada(nya) mereka pejabat kampus yang miskin ide, Ikan Tongkol!!!
Pemimpin itu harusnya punya visi. Isu jeleknya
pemilu ini digoreng sampai hangus lewat akun sosial media, lalu dijejalkan ke
mulut-mulut KM ITS dengan statement
di akhir postingannya “Teros KM Arep Digowo Nak Ndi Rek?” Jadilah upaya
pembenaran diri lewat dikotomi semu. Sejak awal porsi tanggung jawab terbesar
untuk melakukan regenerasi kepemimpinan berada di piring Presbem dan petinggi
KM ITS, bukan rakyat mereka. Seenaknya melempar kembali ke rakyatnya yang tidak
tau apa-apa justru adalah bentuk cemoohan dan tidak paham posisi. Apa yang
sudah dilakukan presbem dan kapalnya selama ini? Adakah program sosialisasi
perangkat pemilu yang komprehensif dan sistematis dari jauh-jauh hari? Justru
yang banyak muncul hanya drama internal mereka, dan sibuknya mereka di isu-isu
politis.
Sejauh ini belum ada propaganda dan agitasi
yang terukur untuk mendorong orang-orang menjadi perangkat pemilu — validasi
saja pada bagian gersospol atau dagri —, tetapi tiba-tiba disuguhi postingan playing victim menyalahkan kondisi KM
dengan tuduhan apatisme. Dalam pengukuran dampak, program perubahan harus
diberikan terlebih dahulu kepada sasaran, bukan malah menjadikan baseline kondisi awal sebagai akibat.
Jika terbukti apatisme telah ada sejak lama maka ia adalah initial condition, dan ternyata tidak ditemukan adanya program
efektif yang dibuat lembaga-lembaga tertinggi untuk mengubahnya setahun ini,
postingan ini adalah tuduhan yang salah dan jahat, lemparan batu yang
menyakitkan. Kecelakaan berpikir yang parah sekali telah bergelantungan menjadi
delusi presbem dan awak kapalnya.
Tulisan ini isinya teriakan dan kritikan.
Namun, postingan-postingan BEM ITS, dan KPU ITS lebih jahat. Postingan akun KPU
ITS tertanggal 14 Oktober 2024, menonjok KM ITS tepat di dagu dengan pernyataan
“Mosok Extend Teros Rekk,” ya benar,
dengan dua huruf K pada kata rek.
Mahasiswa awam tak akan paham dengan maksud postingan-postingan tersebut. Apa
sebenarnya output yang diharapkan oleh kedua lembaga itu? Berharap KM ITS akan
menambah beban pikirannya? Mereka sudah punya puluhan laprak dan tugas besar. Bahkan mahasiswa awam tidak tahu apa yang
sudah dikerjakan dua lembaga itu agar para capresbem dan calon dewan berenang
mengambang di permukaan. Jika kamu tak bisa mengambil buah mangga yang matang
dari pohonnya, jangan berteriak pada orang-orang yang lewat untuk diambilkan,
cari tangga! ambil galah! minta tolong orang yang lebih dewasa! lempar pakai
batu! Bahkan anak TK pun tak perlu diajari untuk mencuri mangga.
Namun, anak TK yang ini (read: you know who) malah mengambil batu untuk
dilemparkan pada orang-orang yang menyemangati dan memberinya kepercayaan, lalu
menyembunyikan tangannya pura-pura tidak tahu, dan tidak yakin kalau dia
sedikit banyaknya punya tanggung jawab itu. Mungkin beberapa di antara kita — atau
banyak di antara kita — yang terkena batu itu, patah hati, kecewa,
berdarah-darah dan memilih pulang, mencari pohon mangga lain, dan mungkin mulai
menyadari anak TK ini memang tidak bisa apa-apa.
Ada banyak cara meningkatkan animo masyarakat,
entah mereka masih mempelajarinya atau tidak di masa-masa sekarang nan suram
ini. Namun, pastinya postingan non-edukatif itu bukanlah solusi, beberapa malah
menyebutnya sebagai masturbasi wewenang dan dahaga narsistik. Jika ngopi-ngopi
ribuan kali dengan berbagai stakeholder juga buntu, jangan lanjutkan. Mulailah
menyusun rencana, alternatif, solusi, negosiasi, atau perlu gerakkan kendaraan
besar yang biasa dipakai para petinggi tersebut (read: bendera). Lalu beritakan progres itu pada mahasiswa awam yang hak
pengetahuan KM ITS-nya hilang. Tahun lalu dan bahkan beberapa bulan lalu,
pemandu ITS telah menjalankan tugasnya, “LKMM TM ITS”, jangan berkelih bahwa
tidak ada bibit pemimpin. Pelatihan itu lebih dari cukup sebagai modal awal
mencari calon pemimpin.
Harusnya menjalankan kapal sebesar ini bukan dengan pendekatan inkremental, tidak bisa asal sekedar mencari solusi ketika gelambir masalahnya muncul. Kapten kapal sudah harus punya peta dan nahkoda handal. Apalagi menghadapi isu pemilu yang bertahun-tahun tidak sembuh. Hampir satu setengah tahun, terlambat sudah presbem dan kapalnya menyadari ini semua, bersiaplah karam, tenggelam, beberapa mungkin punya sekoci penyelamat. Kapten kapal? dia yang harus jadi orang terakhir meninggalkan kapal memastikan semua awak dan orang yang mempercayainya selamat.
Salah satu pesan dari tokoh paling besar sedunia (salut dan selamat bagi Beliau), “Jika sesuatu bukan dipegang oleh ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” Pertanyaannya, siapa yang mau memetik buah kehancuran? Mungkin kita tebang saja pohonnya. -burunghantu
0 Komentar