Dalam beberapa pekan terakhir, muncul polemik terkait iuran pembayaran IKOMA ITS. Pada awalnya, sumbangan semester IKOMA bersifat sukarela sebagai bentuk kontribusi orang tua mahasiswa dalam mendukung berbagai kegiatan kampus. Namun, seiring waktu, sumbangan ini berubah menjadi iuran yang diharapkan terbayar setiap semester, bahkan dijadikan salah satu syarat kelulusan yudisium. Hal ini kemudian disorot oleh BEM FV dan BEM FTK melalui unggahan di akun Instagram resmi mereka pada 31 Juli.
Sebagai tindak lanjut, pada awal Agustus pihak Rektorat tiba-tiba mengambil langkah balik (U-turn) dalam kebijakan dengan merilis SK yang membebaskan pembayaran IKOMA. Keputusan ini disebut sebagai upaya mengembalikan IKOMA pada fitrahnya: kontribusi sukarela dari orang tua.
Perubahan kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan: ada apa sebenarnya di balik IKOMA?
Untuk mencari petunjuk, kami menelusuri dokumen laporan IKOMA ITS tahun 2023 dan 2024. Dari hasil peninjauan, ditemukan sejumlah kejanggalan. Dalam dokumen tahun 2023, tercatat pemasukan tahun 2022 sebesar Rp4.848.374.892,-. Namun, pada dokumen tahun 2024, angka pemasukan tahun 2022 tertulis Rp4.733.885.209,-. Terdapat selisih lebih dari seratus juta rupiah antara kedua dokumen tersebut.
Keanehan tidak berhenti di situ. Pada bagian pengeluaran, laporan tahun 2023 memuat rincian pengeluaran tiga tahun terakhir lengkap dengan grafik. Kategorinya meliputi Sarana & Prasarana, Organisasi, Sekretariat, Kepegawaian, Bantuan Pendidikan, Bantuan Kesehatan, dan Bantuan Kegiatan Mahasiswa. Namun, dalam laporan 2024, rincian angka pengeluaran tidak lagi ditampilkan. Hanya ada grafik pembagian kategori yang berbeda, yaitu Bantuan Sosial, Bantuan Pendidikan, Bantuan Kesehatan, Bantuan Kegiatan Mahasiswa, serta Bantuan Sarana Prasarana & Renovasi.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan lanjutan: Mengapa kategorinya tidak konsisten dari tahun ke tahun? Jika kategori digabungkan (merge), apa dasar dan alasannya? Mengapa rincian angka detail justru dihilangkan?
Rasa penasaran itu membawa kami pada pengurus IKOMA ITS yang bertanggung jawab atas laporan tersebut. Kami mencoba menelusuri rekam jejak para anggota DPH dan Dewan Pengawas ITS. Meski sebagian besar tidak menghasilkan temuan signifikan, ada satu nama yang kerap muncul dalam sorotan media: ketua IKOMA ITS saat ini.
Sebelum menjabat, beliau memiliki rekam jejak panjang di pemerintahan. Ia pernah menjadi Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur (Januari 2020–Juni 2023) dan Pj. Sekdaprov (Januari–Juni 2022). Namun, namanya sempat terseret dalam dugaan kasus korupsi dana hibah DPRD Jatim tahun 2023. Menurut laporan Jaka Jatim, ketika rumahnya digeledah KPK pada Januari 2023, ditemukan satu batang emas, dua cincin berlian, dan cek senilai Rp36 miliar. Laporan harta kekayaannya juga menunjukkan angka Rp15,3 miliar pada 2019 dan Rp15,7 miliar pada 2022.
Pada Maret 2023, demonstrasi digelar di depan Kantor Dinas Pendidikan Jatim untuk menuntut kelanjutan penyelidikan kasus tersebut. Aksi serupa kembali digelar pada Mei 2023. Tidak lama kemudian, pada Juni 2023, ia dicopot dari jabatan Kepala Dinas Pendidikan oleh Gubernur Khofifah.
Dari sini, pertanyaan pun semakin mengerucut: Apakah kita benar-benar yakin bahwa jabatan ketua IKOMA ITS saat ini dipegang oleh orang yang tepat?
0 Komentar