Timun Mas dan Revolusi



Seorang nenek kebaya tampak duduk bersila di depan barisan lilin dan sesajen. Sambil berkomat-kamit membaca mantra, kepulan asap mulai berkumpul di hadapannya, diikuti tawa menggelegar. 

"Buahaha, kuberi 1 permintaan bersyarat," Ucap makhluk yang perlahan muncul di balik bayang-bayang. 

Makhluk itu bertubuh hijau dengan otot-otot kekar. Rahang bawahnya lebih maju sehingga menampakkan gigi taring bawahnya. Ia mengenakan Tuxedo XXXL sambil membawa kertas di tangan kanannya. Seram, seperti CEO yang mengalami mutasi, tertawa seperti maniak. Ya, makhluk itu adalah Buto Ijo. 

Sang nenek menatap ke arahnya dengan yakin, "Aku mau cucu!" 

Seketika Buto Ijo menghentikan tawanya, menatap sang nenek heran, "Lah, kau kan tidak punya anak- eh-eh-." 

Sebelum sang Buto menyelesaikan kata-katanya, nenek itu mengambil lembaran yang ada di tangan Buto Ijo, menandatanganinya, dan mengembalikannya pada Buto. 

"Hah, aku akan kembali saat anak- eh, cucumu berusia 16 tahun. Rawat dia baik-baik!" Buto Ijo menghilang dalam kepulan asap, meninggalkan biji mentimun di tempat ia berdiri sebelumnya. 

Nenek yang tidak pandai berkebun itu segera menanam biji mentimun di pekarangan rumahnya. Setelah itu, ia segera melanjutkan bisnis dagangnya di situs komersial Toktok. Ya, ia ingin cucu sebagai penerus bisnisnya itu. Sangat workaholic

Beberapa bulan berlalu, nenek sosialita ini lupa dengan tanaman timunnya. Saat ia pergi ke pekarangan belakang rumahnya untuk live Toktok dan menyentuh rumput, ia terkejut melihat timun sebesar galon LPG menyala di sudut kebunnya. 

Timun itu berwarna emas, sangat menyala di bawah sinar matahari. Tiba-tiba, timun itu pecah dan mengeluarkan gadis cantik yang berusia sekitar lima belas tahun. Bukan premature, tapi Timun Mas lahir dalam keadaan over-mature

"Cucuku!" Sang nenek girang, air mata hampir membasahi pipinya, "jangan diam saja, cepat kemari dan live Toktok bersamaku." 

Timun Mas yang bingung hanya menuruti ajakan sang nenek. Ia belajar banyak mengenai strategi marketing, bisnis digital, konten viral dan FYP, bahkan joget Velocity

 Satu minggu menuju usia Timun Mas yang ke-16, Sang Nenek baru teringat dengan janji Buto Ijo. Timun Mas yang sedang tidur siang dikejutkan dengan neneknya yang melemparinya garam rukiah.

"Cu, aku baru ingat sebentar lagi kau akan didatangi Buto Ijo," ucap sang nenek sedikit khawatir, "Kalau kau tiada, siapa yang akan meneruskan channel nenek ini." 

"Buto Ijo?" Timun Mas mengerutkan alis, suaranya bergetar, "Kenapa? Kenapa Buto ijo?" 

"Karena kalau Buto Biru nanti jadi Avatar, xixixi." 

"Lalu, fungsi garam itu apa?" 

"Buto Ijo gak suka asin, cu," ucap nenek dengan suara sekarat yang dibuat-buat, "Coba kamu lempar parutan kelapa ke dia. Violla, jadilah klepon."

"Wow." 

Timun Mas dan neneknya menghabiskan waktu bersama sebelum Buto Ijo datang menjemput. Akhirnya, hari di mana umur Timun Mas sudah mencapai 16 tahun, Buto Ijo datang. Sang Nenek memberikan Timun Mas kantong misterius, menyuruhnya berlari. Sayangnya, ternyata Buto Ijo sudah upgrade skill teleportasi. 

"Hayo mau ke mana?" ucap Buto Ijo ketika tiba-tiba muncul di depan Timun Mas dengan membuka kedua tangannya bak penjaga gawang. 

"Buto- kita bisa bicara baik-baik," Timun Mas segera menghentikan langkah ketika Buto Ijo spawn di hadapannya, "Aku tidak ingin lari. Aku akan menyelesaikan masalah ini sendiri, aku wanita independen!" 

"Oh ya? Memangnya kamu bisa apa?" 

Timun Mas mengeluarkan benda dari kantong yang diberikan neneknya: Teks Pidato. 

Pidato tentang perjuangan dan jerih payah wanita dalam menjalani kerasnya kehidupan yang entah bagaimana ceritanya, berhasil membuat Buto Ijo tersentuh. Mereka pun berjabat tangan sebagai simbol perdamaian. Berkat kerja samanya dengan Buto Ijo, bisnis Nenek Timun Mas di Toktok meningkat pesat. Dengan demikian, pesan moral dari drama ini adalah melarikan diri bukanlah satu-satunya jalan untuk terhindar dari masalah. Kita harus berani mengambil resiko untuk menghadapi segala rintangan karena barangkali, kesempatan besar sedang menunggu kita. 

Tepat setelah seluruh karakter membungkuk memberi hormat, tirai ditutup diikuti suara tepuk tangan meriah dari para murid baru. 

*** 

"Drama kita sukses, yey!" sahut Aira, pemeran Timun Mas, ber-tos dengan Arzel, pemeran Buto Ijo.

Sam, pemeran Nenek Timun Mas, segera melepas kostumnya. Meskipun ia seorang laki-laki, ia sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa berakhir berperan menjadi wanita tua, "Selamat." 

"Loh, jangan dilepas dulu, kita belum foto," ucap Aira tatkala pakaian Sam sudah compang-camping, "Ah yauda deh." 

"Aku gatau gimana kalian bisa menjalankan naskah itu," Seorang gadis dengan papan clipboard datang menghampiri mereka dengan senyum lelah, "Tapi ya, selamat sudah menyelesaikan drama absurd ini!" 

"Makasih, Zane!" ucap Aira girang, ia mengambil botol minumnya, "Habis ini minta OSIS traktir mie ayam untuk anggota klub drama, wo-hoo!" 

"Setuju, setuju," gumam Arzel sembari mengangguk-angguk. 

Ketiga pemeran itu segera mengambil pakaian mereka dan pergi ke ruang ganti. Kini panggung telah diisi oleh klub band, suara dentuman drum terasa menggetarkan aula yang penuh murid baru itu.

"Zane," sebuah suara muncul dari balik layar. 

"Martin?" Zane menoleh ke arah pemuda yang berdiri di sebelah dekorasi rumput, "Aman?" 

Pemuda itu hanya memberikan jempol kemudian dilanjut dengan pertanyaan, "Mau rikues minta anggaran dana untuk properti, dong. Itu lampu sorot dan beberapa tirai punya klub drama sudah mau copot. Speakernya tadi juga gak nyala." 

"Ok," balas Zane singkat, "ada lagi?" 

"Oh ini, yang bikin naskah siapa?" Martin tampak berusaha menahan ketawa. 

Zane mengangkat bahu dengan santai, "Memangnya kenapa? Cerita absurd ini lebih menarik daripada cerita aslinya, kan?" 

"Ho'oh," balas Martin. 

"Sip, istirahat dulu, nanti akan ada evaluasi di ruang klub." 

"Siap, direktur." 

Zane meninggalkan backstage dan menuju ruang drama. Dengan lelah, ia memperhatikan beberapa susunan daftar judul cerita yang akan dibawakan klub drama untuk acara-acara sekolah mendatang. 

"Aku tidak dibayar cukup untuk ini 💔."

Penulis : Zafira

Posting Komentar

0 Komentar