Menyoal Problema Maladministrasi

 

Ilustrasi: LPM Satu Kosong

SURABAYA, LPM SATU KOSONG – Baru-baru ini melalui unggahan instagramnya, BEM ITS telah memberikan responsnya terhadap Surat Peringatan (SP) 1 yang dilayangkan oleh BLM ITS pada Sabtu (16/9). Undang-Undang (UU) KM ITS No 6 Tahun 2014 tentang Kontrol Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) terhadap Kinerja Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS yang menjadi acuan dasar dari SP 1 mendapat pandangan yang berbeda dari BEM dan BLM ITS. Pihak BLM merasa UU tersebut masih sah untuk digunakan namun tidak dengan BEM yang merasa harus diganti sesuai MUBES V. Sebagai lembaga penting di KM ITS, penyamaan tafsiran terkait pedoman dan komunikasi seharusnya menjadi kunci untuk BEM dan BLM ITS dalam menjalankan kewajibannya demi KM ITS.

Kami memilih empat narasumber untuk dimintai pemahaman serta pandangannya terkait SP 1 ini yaitu Reyhan Awaliyah (Ketua BLM ITS 20/21), Hurairah Haqi (Sekjen Senat BLM ITS 22/23), Ahnaf Fathan (Ketua BLM ITS 23/24), dan Dimas Fikri (Presbem ITS 23/24). Pertanyaan utama tentang maladministrasi SP 1 yang berdasar dari UU Kontrol mendapat jawaban yang berbeda setiap orangnya, meski intinya BLM menyatakan sah dan BEM tidak. 

Reyhan, Ketua BLM ITS Kabinet Ganendra Abimata, mengatakan bahwa BLM ITS pernah memberikan Memorandum 1 kepada BEM ITS era Nailul Firdaus (2021/22), pada kondisi yang sama dengan kepengurusan BEM ITS saat ini. Ia juga berpendapat bahwa penggunaan UU yang masih mengacu pada MUBES lama ini dinilai normal-tidak normal karena kondisinya perlu disesuaikan. Jika dilihat dari kondisi BLM ITS, UU ini memang masih belum selesai direvisi. Saat kepengurusannya, BLM ITS sudah berencana untuk mengamandemen UU Kontrol, tetapi merasa lebih baik membuat UU Pembentukan UU sebagai dasar dalam pembuatan UU yang baik. Ia juga merasa bahwa merevisi UU Kontrol belum menjadi hal yang urgent karena kebanyakan pasal yang ada di UU Kontrol saat ini masih relevan. 

“Poin terpentingnya adalah (pemberian) Memorandum 1 (kepada BEM ITS) memang masih berkiblat terhadap MUBES IV. Akan tetapi, saat ini dari BLM ITS pun belum mengamandemen dan membuat UU Kontrol yang baru. Kalau dari aku, meskipun UU Kontrol belum diamandemen, tetapi aku melihat kondisinya masih relevan. Karena UU-nya belum diamandemen oleh BLM ITS, maka perlu ada komunikasi antara BLM ITS dengan BEM ITS supaya tidak ada mispersepsi dari masing-masing pihak, termasuk KM ITS.” terang Reyhan.

Begitu pula dengan Haqi yang memberikan pandangan yang serupa bahwa UU Kontrol ini masih bisa digunakan. 

“Jika alasan maladministrasinya karena UU yang digunakan adalah UU yang masih mengacu (pada) MUBES IV, itu salah. Mengapa demikian? Pertama, UU itu tidak berlaku sifat surut. Maksudnya, jika peraturan diatasnya UU sudah terganti, maka (UU) ini akan tetap berlaku. Saat UU ini ada (saat MUBES IV) lalu MUBES V berjalan maka (UU yang mengacu pada) MUBES IV ini tetap berlaku. (Kedua), contohnya di KM ITS, UU yang paling tua yaitu UU No. 1 Tahun 2012 tentang Mahkamah Mahasiswa (bahkan masih MUBES III) yang menyebutkan bahwa hakim Mahkamah Mahasiswa itu (berjumlah ganjil) dan maksimal 11 orang dan hingga kini (masih) kami (BLM ITS) gunakan. Contoh di Indonesia adalah peraturan tentang PKI yaitu TAP MPR yang berada di bawahnya UUD dan keluar tahun 1999, padahal UUD terakhir diamandemen tahun 2002. Ketiga, aku sudah pernah bertanya ke pembuat MUBES V dan beliau mengatakan bahwa UU itu tidak berlaku surut, saat peraturan diatasnya berganti maka UU di bawahnya tetap berjalan,” jelas Haqi.

Seakan saling menguatkan pandangan pendahulunya, Ahnaf Fathan selaku Ketua BLM Periode 2023/2024 memiliki pandangannya tersendiri terkait hal ini. 

“Berdasarkan tata urutan perundang-undangan KM ITS yang menyatakan ketetapan MUBES V menduduki posisi paling tinggi, memang UU KM ITS No. 6 Tahun 2014 tidak bisa digunakan (sebagai dasar penjatuhan SP 1 ke BEM ITS). Namun pada kepengurusan BLM tiga periode sebelumnya juga (masih) menggunakan itu (UU Kontrol), maka hal itu masih digunakan. Pada KDKM MUBES V juga jelas tugas dan fungsi BLM ITS untuk controlling BEM, serta tidak adanya UU yang baru membuat tidak adanya batasan UU lama sehingga UU ini sebenarnya masih berlaku. Jika tidak begitu maka LKMM dan beberapa materi GERIGI juga seharusnya tidak sah karena mengacu pada MUBES IV dan harus mengubah tatanan dari nol lagi. Permasalahan maladministrasi sebenarnya kembali pada tidak adanya UU yang membatasi lagi jadi menurutku sah-sah aja.” jelas Ahnaf.

Menurutnya, lagipula dalam UU ini tidak ada 1 pasal pun yang menyalahi atau diluar batasan MUBES V meskipun acuannya MUBES IV serta kembali lagi pada tugas BLM dalam Pasal 25 KDKM MUBES V ITS yang menjadi landasan utamanya. Hamzah, salah satu anggota BLM turut menambahkan bahwa UU Kontrol ini masih sah berlaku karena berdasarkan pasal 55 yang menyatakan jika telah melalui judicial review oleh MM pasti sah terlepas acuan MUBES-nya.

Berbeda dengan BEM ITS yang merasa bahwa penggunaan UU Kontrol tidak sah karena UU ini tidak mengacu pada KDKM saat ini, yaitu MUBES V. Hal ini disampaikan oleh Dimas Fikri, Ketua BEM ITS 23/24 dalam kesempatan wawancara pada Jumat (22/9).

Dimas menyebutkan lex superior derogate legi inferiori yang artinya peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga UU Kontrol yang mengacu pada MUBES IV kurang relevan dan harus diganti agar sesuai dengan KDKM MUBES V. 

Para narasumber juga memberikan pandangannya terkait hal lain mengenai SP 1 dan ormawa terkait. Reyhan menambahkan bahwa setelah pemberian Memo 1 kepada BEM ITS, ia menitipkan pesan kepada Mas Nailul agar kepengurusan selanjutnya mengadakan forum kajian dengan KM ITS untuk menelisik terkait aliansi yang akan diikuti oleh BEM ITS kepengurusan saat itu. Pemahaman pasal 29 ayat (2) UU Kontrol terkait 30 hari juga ia paparkan, yakni waktu pembuatan Diskusi Terbuka (Dister) dan Pusat Kajian Strategis (Pukat) dengan KM ITS untuk menelisik terkait kajian atau isu yang ada di BEM SI. Komunikasi ini perlu dilakukan agar tidak berakibat fatal baik untuk BLM ITS maupun BEM ITS.

Haqi menjelaskan bahwa BLM merupakan lembaga modifikasi dari DPM yang notabene tak menghilangkan unsur-unsur yang lama dan menambahkan unsur yang baru. Contohnya yaitu hak dan wewenang BLM ITS pada MUBES IV terdapat beberapa tambahan hingga menjadi yang ada di MUBES V sekarang serta terkait keanggotaan yaitu DPM terdiri dari dewan fakultas dan BLM mendapat tambahan dari anggota senat masing-masing himpunan mahasiswa departemen (HMD). Haqi meyakini bahwa BLM masih bisa mengacu pada UU KM ITS No. 6 Tahun 2014 karena DPM ditafsirkan menjadi BLM atas dasar pasal awal yang mengatur DPM dan di MUBES V dijelaskan BLM merupakan legislatif sehingga dapat ditafsirkan BLM adalah legislatif di tingkat institut dan kontrol dari DPM sebagai legislatif institut dipegang oleh BLM ITS.

Haqi juga mengatakan bahwa setiap tahun selalu ada usaha pembaharuan UU. Bahkan saat ini pun ia memegang draf UU kontrol yang baru. Namun, saat ini belum bisa sah. Sebab saat BLM ingin menunjukkan taringnya sebagai pengatur BEM, BEM yang seakan tidak mau diatur. Padahal UU kontrol sebagai produk hukum untuk memberikan batasan (wewenang) kepada BEM dan BLM ITS. UU Kontrol ini pun tidak memiliki target selesai karena pembahasan UU ialah menggunakan fungsi hasil bukan fungsi waktu serta adanya kesepakatan antara BEM dan BLM ITS untuk mengikuti UU tersebut. Ahnaf menjelaskan bahwa saat ini ada yang lebih penting dari merevisi UU beserta naskah akademiknya yaitu pembuatan GBHK sebagai bentuk controlling kepada BEM ITS. Ahnaf menekankan pentingnya naskah akademik UU sebagai dasar agar tidak terjadi salah penafsiran yang sering terjadi pada UU yang mengacu pada MUBES sebelum MUBES V. 

Penjelasan detail kronologi yang disampaikan BEM ITS melalui unggahannya telah diakui benar oleh Ahnaf. Intinya terdapat perbedaan dalam menafsirkan ayat dan pemahaman BLM tentang surat izin persetujuan keikutsertaan BEM dalam aliansi. Dimas pun menambahkan bahwa BEM ITS juga sudah menjelaskan terkait kronologi sesuai permintaan BLM ITS. Terkait kajian mengenai Aliansi BEM SI dan Aliansi BEM Surabaya, Dimas merespons bahwa kajian tersebut telah selesai dibuat meskipun sempat tertunda karena adanya SP 1. Saat dilakukan wawancara pada Jumat (22/9), BEM ITS tengah melakukan forum kajian aliansi dengan para presidium. Namun, forum tersebut harus di-pending karena adanya wisuda pada 23-24 September 2023 yang menyebabkan beberapa presidium terlibat pada prosesi wisuda sehingga tidak dapat menghadiri forum tersebut. 

“Tadi masih kuorum. Nggak ada yang datang jadi kita (BEM ITS dan presidium) sepakat forum diundur sampai hari Minggu (24/9) jam 7 malam.”

Dimas sebagai Presbem merasa UU lainnya juga masih belum relevan dengan KDKM yang sekarang sehingga berharap bisa segera direvisi agar BEM ITS bisa menjalankan kewajibannya semaksimal mungkin. Selain sudah tidak relevannya UU Kontrol, terdapat juga beberapa pasal karet yaitu terkait tentang surat jawaban.

“Nah, masih belum jelas kan surat jawaban ini apakah menentukan terkait berjalannya forum (kajian) atau nggak. Soalnya surat jawaban yang diberikan oleh BLM masih berbentuk pemberian revisi. Kami berpikir, ya sudah nggak usah forum dulu soalnya masih revisi. Kalau BLM mikirnya surat jawaban isinya apapun, mau tentang revisi atau diperbolehkannya mengadakan forum, BEM ITS tetap harus mengadakan forum.”

Dimas juga menyampaikan harapan BEM ITS sebagai eksekutif kepada BLM yang melakukan fungsi kontrolnya agar bisa memaksimalkan UU yang berlaku. Menurutnya sebaiknya UU Kontrol lebih komprehensif dan sesuai dengan KDKM yang berlaku sekarang (MUBES V) sehingga harus segera direvisi secepatnya. BLM ITS bisa mengajukan revisi UU Kontrol jika sudah memasuki fase Prolegits. 

“Sama undang-undang lainnya juga, sih, nggak UU Kontrol, tok.” 

Menurut Haqi, saat ini banyak sekali ormawa yang belum memiliki UU sehingga fokus BLM lebih ke pembuatan UU yang belum ada daripada memperbarui UU yang sudah ada selama merevisi tidak bersifat substansial. 

“Alasan terkuat dari mereka (BEM ITS tentang SP 1) adalah maladministrasi karena UU masih MUBES IV. Lah, apa yang salah dari substansinya? Kenapa itu harus diubah? Kalo aku jadi BLM dan nurutin ini (revisi UU Kontrol) ya sudah ini (UU No 6 Tahun 2014) tak copas, CTRL+H, DPM jadi BLM, udah. Mereka hanya menolak (karena) ini dasarnya sudah tidak dipakai lagi bukan menolak substansinya (contoh 30 hari itu tidak relevan).”

Maka dari itu, UU tidak berlaku sifat surut. Misal UU dianggap bersifat surut maka terjadi ketidakjelasan pada MM karena UU No 1 Tahun 2012,  tidak berlakunya pengesahan BEM FTSPK dan HMTB karena UU Penerimaan BEM-F dan HMJ yang digunakan mengacu bukan pada MUBES V. Ahnaf sendiri merasa bingung terkait sikap BEM ITS dan pers yang berlebihan terkait SP 1 ini, padahal secara sederhananya agar BEM menghargai BLM sebagai lembaga kontrol nomor 1 dan secara sah yang masih berdiri untuk mengawasinya. Ahnaf menjelaskan telah berkoordinasi dengan presbem untuk membahas UU apa saja yang perlu diperbarui. Merevisi atau memperbarui UU pun sudah menjadi prokernya dalam kepengurusan tahun ini. Periode kali ini BLM ingin berfokus pada UU Pemilu dan Kontrol BEM, sementara daftar UU lainnya yang masih mengacu pada selain MUBES V dapat diakses pada tautan linktree di bio Instagram BLM ITS. 

Haqi berpendapat bahwa keluarnya SP 1 ini adalah bentuk gagalnya komunikasi antara BEM dan BLM ITS. Berdasarkan data, 70-80% kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh BEM ITS karena ketidaktahuan terhadap hukum dan perbedaan tafsir terkait pedoman yang mereka gunakan. Seharusnya BEM dan BLM ITS bisa menjalin komunikasi yang baik, bukan malah seakan jalan sendiri-sendiri dan merasa dirinya paling mengerti pedoman tersebut sehingga menyebabkan terjadi penjatuhan hukuman.

Di akhir sesi wawancara, beberapa narasumber untuk memberikan sedikit pesan untuk KM ITS. Reyhan berpesan untuk KM ITS, tetaplah terus mencoba melakukan dinamisasi dan segala badan organisasi yang ada di KM ITS ini makin akur. Lalu Haqi menekankan pesannya untuk selalu membangun komunikasi yang baik, BEM dan BLM ITS yang sudah seharusnya menjadi sebuah keluarga di KM ITS harus membangun hubungan yang baik untuk saling menerjemahkan pedomannya. Sementara Ahnaf meminta partisipasi KM ITS salah satunya dengan mengisi jaras mulai dari GBHK, Prolegits, Musyawarah Mahasiswa Legislasi ITS, dsb. Ia melihat KM ITS sebenarnya peduli tetapi cenderung tidak berpartisipasi sehingga perlu membuka mata untuk kebaikan KM ITS. (Firda Rachmawati-Wayan Nayakha)


Reporter: Firda Rachmawati & Wayan Nayakha

Editor: Yuma Iftita Ivanda

Posting Komentar

0 Komentar