Milik Siapa GERIGI ITS Seharusnya? Studi Kasus: KM ITS Pasca Pandemi

Dokumentasi GERIGI ITS 2023

Gambaran Sekarang

Sering kali yang dikeluhkan oleh organisatoris pada ormawa tingkat institut di ITS adalah perihal arogansi himpunan — arogansi fakultas. Masing-masingnya  tumpah ruah dengan segala gaya kritik dan telaahnya, tidak hanya pada forum KM ITS tetapi juga tindakan mereka menghadapi suatu isu. Di titik ini kita tak perlu mengartikan arogansi himpunan-fakuktas itu apa, setiap organisatoris kampus sudah mafhum dengan maknanya. Dalam tulisan ini yang jadi perhatian dan fokus pembahasan adalah efek dan dampaknya untuk KM ITS, yang disebut-sebut sebagai wadah hidup seluruh mahasiswa ITS.


Arogansi ini muncul dalam jelmaan kata-kata dan pembelaan “memang apa untungnya buat HMD dan mahasiswa saya?”. Tidak ada yang salah dengan kesangsian  tersebut, yang salah malah pola pikirnya. Aneh jika presidium masih melempar pertanyaan begitu, tanda bahwa eksistensi ormawanya sendiri terkait  “untuk dan oleh” KM ITS tidak dia pahami, seharusnya sekalian saja keluar dari sistem KM ITS. Justru yang harus ditanyakan adalah “Hanya segitu keuntungan yang kami dapatkan? bisakah kalian menambahkan a… b… c…?” maka mulailah ia menawarkan pandangannya, negosiasi bukan menuntut. Jika arogansi di awal muncul dari warga dan pengurus awam, berarti perlu ada perluasan pemahaman bahwa KM ITS tidak tumbuh dari anggotanya, tetapi anggotanyalah yang harus menumbuhkan KM ITS. Lalu  bagaimana jika akhirnya setelah ditelaah dan dikaji secara mendalam,  KM ITS ternyata tidak lagi relevan dan tak mampu memberi manfaat serta kemudahan bagi anggotanya? Di  titik itu waktu yang tepat untuk membubarkannya.

Dokumentasi GERIGI ITS 2022

GERIGI ITS

Masalah yang perlu diakui bahwa pengetahuan mahasiswa pasca pandemi terkait GERIGI ITS sangat minim, baik dari segi historis, cita-cita yang dibawa, makna di baliknya, maupun outcome yang ingin dicapai. Argumen ini butuh bukti, mari kita coba bedah: (1) Di antara punggawa ormawa di KM ITS bisa dipastikan tidak sampai 10% yang memahami bagaimana GERIGI ITS dahulu muncul, (2) Jika GERIGI ITS ini adalah benda yang sakral dengan cita-cita besar, harusnya butuh persiapan 1 semester lebih awal bukan dadakan dalam hanya 3–4 bulan, indikasi adanya ketidakpedulian, (3) Tidak ada landasan pelaksanaan, yuridis tidak tercantum dimanapun, empiris dan sosiologis selalu berubah-ubah setiap tahun, hanya historis dan amanat rektorat yang membuat GERIGI tetap berlanjut.


Masalah lainnya adalah lempar batu sembunyi rame-rame. Dua bahkan tiga tahun ini, tidak ada satu  pun elemen KM ITS yang memulai persiapan GERIGI lebih awal, entah  itu lewat forum, surat himbauan, surat ajakan, dan lain lain, hanya diskusi di warung kopi tanpa diikuti langkah strategis. Harus menunggu BEM ITS dan demisioner panitia GERIGI ITS bergerak dan berinisiatif memulai forum dan langkah strategis. Semua seolah sembunyi dalam alibi “GERIGI ITS bukan punya kami/saya”.


Memang secara yuridis tidak ada aturan yang mengatur, begitupun di GBHK BEM ITS tahun ini tidak ada poin secara eksplisit yang menyatakan pelaksanaan GERIGI dipegang atau dilaksanakan oleh pihak mana. Lagi dan lagi, BEM ITS akan menjadi tumbal ‘sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi’ memulai dan menjalankan GERIGI. Bukan masalah, BEM ITS biasanya juga tidak mengeluh ketika menjadi tumbal seperti itu, yang jadi masalah adalah KM ITS sendiri yang tidak mengawalnya, presidium tidak turun ke lapangan dan dengan acuh memakai perisai ‘masa bodo’ dan tombak panjang ‘arogansi’.


Mari kita lihat masalah berikutnya, tentang representative approach. Bagaimana merumuskan GERIGI yang representatif untuk seluruh KM ITS? Jawaban sederhana tentu pasti dengan menggunakan jaras. Namun, lagi-lagi itu hanya tools yang dipakai, para sesepuh kaderisasi pasti paham ‘jaras’ sangat bisa sebagai alat pengumpulan data, tetapi sangat sederhana dan kurang untuk melahirkan sebuah nilai. Jika bicara lebih luas, kita butuh latar belakang, pendekatan penelitian, metodologi penelitian dan pengumpulan data, teknik analisis, hingga metode penarikan kesimpulan, yang semuanya sama halnya dengan menyusun sebuah TA mahasiswa sosial humaniora, sedang kita adalah mahasiswa teknik.


Sayangnya, baik Calon Project Officer (CPO) ataupun selama ini Panitia Persiapan GERIGI ITS (PPGI) yang dibentuk oleh Presiden BEM ITS bukanlah orang-orang yang dibayar, justru mereka yang membayar UKT sebagai mahasiswa. Mereka semua tidak kekurangan sumber jaras ataupun sumber data, mereka hanya kekurangan support atau dukungan. Jika saja ada warga KM ITS atau bahkan presidium yang akhirnya menjelek-jelekkan pelaksanaan dan persiapan GERIGI, justru dia yang harus ditanya di mana dan apa peran yang telah dia beri dan bantu, atau maukah dia menginisiasi pergerakan yang lebih baik untuk GERIGI selanjutnya (?)

Dokumentasi GERIGI ITS

Kembali ke masalah dasaran utama, tidak ada landasan pelaksanaan GERIGI. Tidak ada ketentuan jelas siapa yang bertanggung jawab atas GERIGI, baik dari GBHK BEM ITS, UU KM ITS, KDKM atau HDPSDM, pun di Keppres penetapan Project Officer terpilih (tidak ada amanat untuk melakukan persiapan), bahkan sampai saat ini tidak ada surat edaran rektor atau birokrasi yang mendorong persiapan dan pelaksanaan GERIGI.


Secara pragmatis, yang paling bisa diharapkan adalah MTT, musma, ataupun Forum Presidium. Dan lagi-lagi, apakah mereka punya inisiatif untuk memulai? Apakah kedepannya akan selalu ada ormawa dan pihak-pihak yang ditagih dan dijadikan tumbal pelaksanaan GERIGI?


Cukupkah arogansi yang ada sekarang melahirkan idealisme untuk KM ITS? atau sekali lagi kita harus bersabar dengan keegoisan tiap ormawa, apatisme tiap individu, hingga anarkisme mereka yang hanya bisa protes tanpa ambil andil. Dua bahkan tiga tahun sudah kejadian seperti ini, tambah dua tahun lagi maka dia akan jadi data valid gagalnya KM ITS membangun sistem yang sehat untuk persiapan GERIGI.


Pihak-pihak yang sering berteriak adanya kepentingan ‘tertentu’ yang dibawa, sebaiknya mulai berpikir untuk keluar dari echo-chamber mereka sebagai petinggi ormawa, pemain politik kampus, tukang adu domba, atau hal-hal menjijikkan semacamnya. Tidak semua hal harus dipolitisasi, ada juga yang bisa dimarinasi dulu, ayam  penyetan di Keputih misalnya. Tentunya, masih banyak teman-teman, adik-adik, kakak-kakak tingkat kita yang memang membawa kepentingan, kepentingan KM ITS.


Sekian bacaan penuh kemarahan ini, terima kasih. (Burunghantu)


Redaktur: Firda Rachmawati

Posting Komentar

0 Komentar