Ilustrasi pencegahan kekerasan seksual -- unsplash.com |
SURABAYA,
LPM SATU KOSONG - Selain menjalani kuliah pada umumnya, mahasiswa tingkat
atas biasanya melakukan kegiatan-kegiatan lainnya untuk menambah keterampilan,
baik dalam soft skill maupun hard skill. Dari beberapa kegiatan
yang dapat dipilih, sebagian mahasiswa memilih untuk mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN). Kegiatan tersebut biasa dilakukan di desa-desa atau daerah yang
jauh dari perkotaan dengan tujuan untuk mengabdi dan menggunakan ilmu yang
telah dipelajari guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat disana.
Namun
berada di wilayah yang asing dan kurangnya pengawasan menyebabkan kasus
kekerasan seksual dapat terjadi dengan mudah. Selayaknya muda-mudi dengan nafsu bergelora, potensi-potensi terjadinya kasus kekerasan
seksual di lingkungan akademis wajib ditekan.
Menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022, kekerasan seksual merupakan setiap perilaku yang secara
paksa merendahkan, menghina, menyerang dan/atau perbuatan lainnya terhadap
tubuh, hasrat seksual seseorang dan/atau fungsi reproduksi bertentangan dengan
kehendak seseorang. Perbuatan tersebut dapat berakibat penderitaan atau
kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual atau juga kerugian secara ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau politik. Korban dari Kekerasan Seksual bisa berasal
dari berbagai kalangan, mulai dari anak muda hingga orang tua. Mahasiswa yang
sedang melaksanakan KKN juga tidak lepas dari resiko tersebut.
Sosialisasi Materi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual -- Dokumentasi LPM Satu Kosong |
Oleh
karena itu, Senin, 17 Juli 2023, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) ITS menyelenggarakan Sosialisasi PPKS untuk
mahasiswa peserta KKN 2023. Sesuai judulnya, sosialisasi tersebut diadakan
dengan tujuan untuk memberikan materi terkait PPKS kepada mahasiswa-mahasiswa
yang akan mengikuti kegiatan KKN pada Tahun 2023.
Dalam
sosialisasi, disebutkan bahwa ada berbagai macam bentuk perilaku yang bisa
disebut sebagai kekerasan seksual. Berdasarkan Permenbudristek Nomor 30 Tahun
2021, kekerasan seksual dapat mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal,
nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan
dari survei yang dilakukan oleh Satgas PPKS ITS, tiga bentuk kekerasan seksual
yang banyak terjadi adalah:
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui korban;
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban; dan
- Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
Namun
selain ketiga perilaku tersebut, masih ada 12 macam perilaku lainnya yang masuk
dalam survei, menunjukkan bahwa perilaku-perilaku tersebut pernah dialami oleh
sivitas akademik ITS atau masyarakat yang berhubungan langsung dengan sivitas
akademik ITS.
Penyebab dari terjadinya kekerasan seksual bermacam-macam. Namun dalam lingkungan kampus, relasi kuasa merupakan salah satu penyebab yang dominan terjadi. Hubungan dosen dengan mahasiswa atau mahasiswa senior dengan juniornya merupakan contoh dari relasi kuasa yang bisa menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Kepercayaan patriarki yang menyatakan bahwa derajat laki-laki berada diatas derajat perempuan juga mengakibatkan korban yang merupakan perempuan tidak berani untuk melawan, atau pria sebagai pelaku merasa lebih berani untuk melakukan tindakan kekerasan seksual.
Bila seseorang, baik sivitas akademik ITS atau masyarakat yang berhubungan langsung dengan sivitas akademik ITS, mengalami tindakan kekerasan seksual, dapat langsung melapor pada Satgas PPKS ITS. Pelaporan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, termasuk saat sedang menjalani KKN. Laporan dikirim melalui tautan its.id/m/RuangAmanITS, melalui pesan pribadi kepada akun instagram @satgasppks.its, atau mengirimkan email kepada ka.ppks@its.ac.id .
Untuk setiap laporan yang masuk, akan segera ditindaklanjuti, dengan waktu penyelesaian yang bergantung pada kerjasama dari berbagai pihak. Berdasarkan penuturan oleh Ellya Zulaikha ST. MSn. PhD. selaku Ketua Satgas PPKS ITS, Satgas PPKS ITS bekerja dengan prinsip kehati-hatian.
”Diperlukan konfirmasi terlebih dahulu dari pelapor untuk bisa dilihat berapa banyak keterangan saksi yang perlu dicari,” ujar Ellya dalam sesi tanya jawab saat sosialisasi berlangsung.
Selain
itu, pembicara kedua, Dr. Susi Agustina Wilujeng juga mengatakan bahwa bila
terjadi kekerasan seksual pada mahasiswa ITS atau masyarakat yang berhubungan
langsung saat masa-masa KKN, bisa juga membuat laporan pada Satgas PPKS ITS.
”Nanti akan dimintakan bantuan kepada Satgas PPKS Nasional dan dilakukan kerjasama dengan Satgas PPKS yang ada di perguruan tinggi tempat KKN tersebut dilaksanakan,” terang Susi.
Dengan
begitu, kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada mahasiswa ITS yang
melaksanakan KKN, bahkan di pelosok dunia sekalipun, bisa ditangani sesegera mungkin.
Sebab, Kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang dapat terjadi dimana saja
dan pada siapa saja, salah satunya kepada mahasiswa yang sedang melaksanakan
kegiatan KKN.
Menurut Psikolog Zahwa Islami, seperti dikutip dari Mojok.co, fenomena tindakan seksual yang terjadi selama KKN dapat dijelaskan melaui kacamata psikologi. Saat manusia dihadapkan pada keadaan yang mengharuskannya beradaptasi, seperti di lingkungan yang asing saat KKN, maka kecenderungan manusia untuk berkembang biak akan semakin tinggi. Tetapi tetap saja, bahwa hal tersebut dapat dihindari dengan kecerdasan emosional yang tinggi agar bisa mengatur nafsunya.
Kampus
ITS telah memberikan bantuan terhadap para sivitas akademiknya dengan
pembentukan Satgas PPKS ITS yang senantiasa memberikan pencegahan serta
penanganan sebaik mungkin kepada kasus-kasus tersebut. Diharapkan dengan adanya
sosialisasi serta penanganan kasus kekerasan seksual oleh Satgas PPKS ITS.
Tindakan kekerasan sosial dapat berkurang atau bahkan menghilang dari
lingkungan akademik ITS. (Nugroho Alif)
Reporter: Nugroho Alif
Editor: Yuma Iftita Ivanda
0 Komentar