Aksi Mahasiswa Tolak UU Ciptaker: Berakhir Ricuh Akibat "Surat Cinta" Tak Sampai ke DPR RI

Dokumentasi Firda Rachmawati/LPM Satu Kosong

SURABAYA, LPM SATU KOSONGAliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Surabaya melakukan aksi di depan Gedung DPRD Jawa Timur pada hari Rabu (12/4/23). Aksi ini dimulai pada pukul 14.00 WIB dengan mahasiswa yang secara serentak berdatangan dari arah Pasar Turi menuju gedung DPRD Jawa Timur. Aksi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini diisi oleh mahasiswa untuk melayangkan empat tuntutan, yaitu:

  1. Menuntut pemerintah untuk mencabut Undang-Undang tentang Cipta Kerja
  2. Menuntut untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan terkait RUU Perampasan Aset
  3. Menolak segala komersialisasi pendidikan berbasis PTN-BH
  4. Menuntut untuk segala universitas di Surabaya segera membentuk Satgas Kekerasan Seksual sesuai dengan Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Dalam aksi tersebut, terdapat dua mobil komando yang menjadi pusat massa pada bagian tengah dan kiri gedung DPRD. Mobil pertama diisi oleh Aliansi BEM Surabaya, sedangkan pada mobil kedua diisi oleh BEM UNESA. Sampai saat ini penyebab adanya dua kubu tersebut disinyalir karena BEM UNESA tidak lagi bergabung dalam Aliansi BEM Surabaya. Selebihnya tidak ada penjelasan lain sehingga memunculkan pertanyaan-pertanyaan dari massa aksi yang ada di lokasi. Meski begitu, tuntutan keduanya tidak jauh berbeda dan tetap memfokuskan pada penolakan UU Cipta Kerja.

Seruan “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia” tak henti-hentinya dikumandangkan oleh orator dan diikuti oleh seluruh massa aksi membakar semangat para mahasiswa untuk menyuarakan tuntutan yang dianggapnya perlu disetujui. 

Di tengah berlangsungnya aksi, Aqsya selaku Koordinator Umum ABS mendesak jajaran petinggi DPRD Jawa Timur untuk keluar menemui mahasiswa. 

“Bapak ibu yang keluar atau kami yang masuk,” desaknya.

Setelah dilontarkan ultimatum tersebut, Kusnadi selaku Ketua DPRD Jawa Timur dan wakilnya, Anwar Sadad keluar dari gedung DPRD. Mereka naik ke mobil komando untuk merespons tuntutan-tuntutan yang diajukan. Kusnadi menyatakan bahwa tuntutan-tuntutan yang telah disuarakan bukanlah hal baru. Berkali-kali tuntutan yang sama dilayangkan kepada pemerintah daerah, yang katanya meski banyak suara yang masuk mereka tetap tidak bisa mengubah keputusan dari pusat. Kusnadi juga mengajak mahasiswa untuk bersama-sama memperjuangkan tuntutan tersebut.

“Mari kita bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi tuntutan saudara-saudara sekalian,” ajak Kusnadi.

Kusnadi pun setuju untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja dan mengklaim bahwa saat ini DPRD sedang memperjuangkan tuntutan masyarakat umum. Para mahasiswa tidak puas dengan respons Kader PDI tersebut. Mereka meminta Ketua DPRD Jawa Timur tersebut untuk menelepon Ketua DPR RI, Puan Maharani.

“Kami meminta bapak untuk menelepon Ketua DPR RI secara langsung disaksikan oleh ratusan mahasiswa hari ini dan menyatakan bahwa DPRD Jawa Timur menolak UU Cipta Kerja karena bapak memiliki wewenang tertinggi di Provinsi Jawa Timur,”  usul orator.

Kusnadi dengan tegas menolak usulan tersebut. Ia lebih memilih untuk menulis surat resmi.

“Saya hanya bisa menulis surat resmi karena ini bersifat formal, bukan bersifat pribadi,” tegasnya.

Mendengar hal itu, mahasiswa lagi-lagi kecewa dan tidak puas. Aqsya sebagai perwakilan mahasiswa pada aksi demonstrasi hari ini merasa muak dengan janji-janji yang diberikan oleh pemerintah. 

“Kalau sampai hari ini kewenangan Bapak (sebagai Ketua DPRD Jawa Timur) tidak dipergunakan untuk menyampaikan aspirasi rakyat, maka kami meminta secara hormat agar bapak mengundurkan diri (dari jabatan),” ujar Aqsya


Dokumentasi Firda Rachmawati/LPM Satu Kosong


Sebagai lanjutan, Aqsya juga meminta Kusnadi untuk masuk ke gedung DPRD Jawa Timur, menggelar sidang rakyat di dalamnya, dan memanggil para ketua fraksi partai untuk membahas tuntutan ini. Namun, permintaan tersebut kembali ditolak.

“Mohon maaf. Saya tidak terintimidasi atas perintah-perintah kalian,” ucap Kusnadi.

Rasa kecewa terus bertambah lantaran perilaku mahasiswa dianggap intimidatif oleh Kusnadi. Setelah mengeluarkan pernyataan tersebut, Kusnadi dan Anwar Sadad turun dari mobil komando meski pada nyatanya diskusi belum usai. Barisan mahasiswa pun turut serta menghalangi petinggi DPRD tersebut untuk kembali ke dalam Gedung DPRD. Akibatnya terjadi aksi saling dorong dan lempar botol oleh mahasiswa sehingga membuat pasukan gabungan polisi turun tangan untuk mengamankan lokasi.

Beberapa mahasiswa terlihat ada yang pingsan dan harus ditandu oleh tim medis yang jumlahnya kurang memadai untuk saat itu. Ada juga yang menyiram wajahnya karena perih terkena asap yang dilontarkan petugas. Tidak sedikit pula mahasiswa yang menghindar dari titik tengah untuk menjauh dari kericuhan, tidak terkecuali mahasiswa UNESA yang balik lebih awal. Dengan perasaan kecewa akibat tidak terpenuhinya tuntutan, massa aksi bubar sekitar pukul 15.45 WIB. (Wayan Nayakha-Irhamna Bintang)



Reporter: Wayan Nayakha Krisna Putri dan Irhamna Bintang Pratama

Editor: Primo Rajendra Prayoga


Posting Komentar

0 Komentar